Mahasiswa PKU Angkatan ke-5 Kota Bekasi
Beberapa waktu lalu tengah viral di tengah masyarakat dunia maya khususnya dan para pecinta selebritis umumnya tentang kandasnya rumah tangga salah seorang pemusik religi yang kini justru berlabuh hati dengan sang vokalis.
Mengapa cinta suami bisa terbagi, benarkah dalam Islam ada istilah pelakor, dan bagaimana menyikapi trend demikian?
Menjaga Hati
Salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat menjaga keharmonisan dan langgengnya hubungan cinta suami – istri yaitu saling menjaga hati.
Suami dengan segala kesibukannya, baik yang tampak oleh mata sang istri atau tidak, sangat ingin menjadi satu-satunya orang yang diistimewakan didalam rumahnya, maka tinggalkan seluruh kesibukan yang tidak berhubungan dengan keinginan suami saat ia ada dirumah.
Hal demikian sesungguhnya tidak berlebihan, karena memang pada dasarnya dikatakan bahwa setiap kepala keluarga adalah pemimpin.
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Telah menceritakan kepada kami [Ismail] Telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Abdullah bin Dinar] dari [Abdullah bin Umar] radliallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”
Naluri seorang pemimpin pada umumnya ialah ingin diistimewakan. Bagi seorang istri, mengistimewakan suami bukanlah suatu hal yang berlebihan, bahkan seandainya tidak dikatakan sebagai menyekutukan Allah SWT., bisa saja istri diperintahkan oleh Nabi SAW. agar sujud kepada suami.
لا يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ ، وَلَوْ صَلُحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا ، وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ قُرْحَةً تَنْبَجِسُ بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيدِ ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ تَلْحَسُهُ مَا أَدَّتْ حَقَّهُ.
“Tidak pantas seorang manusia bersujud kepada manusia yang lain. Andaikan pantas, maka akan aku perintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya , sebab besarnya hak suami atas istrinya. Demi dzat yang menguasai jiwaku, jika sekujur tubuh seorang suami mengalir najis, baik dari nanah maupun darah, kemudian sang istri menjilatinya, maka hal itu belum dapat memenuhi haknya.”
Terlepas dari itu, bahwa bukanlah berarti bahwa suami bisa semena-mena hingga mengabaikan perasaan, kewibawaan dan kehormatan istri.
Disebutkan bahwa seorang sahabat sedang frutasi lantaran sering dimarahi oleh sang istri. Tak tahan omelan sang istri dia bermaksud menceraikannya. Namun sebelum bercerai dia ingin konsultasi dengan Umar bin Khatthab.
Maka bergegaslah sahabat Rasulullah itu ke rumah Umar. Namun tiba di depan rumah sang Khalifah, dia urung mengetuk pintu. Sebab dari dalam terdengar suara keras istri Umar yang sedang marah. Umar dimarahi istrinya.
Tak terdengar sama sekali suara Umar membantah atau melawan sang istri. Padahal nada marah Istri Umar sangat tinggi. Tak jadi mengetuk pintu rumah Umar, sang sahabat tadi pun berniat pulang. Sambil melangkah meninggalkan rumah Umar dia bergumam,””Kalau khalifah saja seperti itu, bagaimana dengan diriku.”
Ketahuilah, bahwa hal tersebut dilakukan oleh seorang pemimpin tertinggi di zamannya saat berhadapan dengan istrinya tidak lain ialah demi menjaga perasaan, kewibawaan, dan kehormatan sang istri yang sejak bangun dari tidurnya telah merawat anak-anak, menyiapkan segala sesuatu untuk keluarga, dan bekerja tanpa upah demi rumah tangganya.
Pelakor
Entah sejak kapan istilah pelakor alias “perebut laki orang” populer di tengah masyarakat, pastinya yang demikian muncul karena maraknya suami berbagi hati dengan selain istrinya, dalam bahasa kekinian disebut WIL (wanita idaman lain).
Sesungguhnya, Islam tidak mengenal istilah perebut laki orang. Karena pada dasarnya laki-laki yang mampu berbuat adil diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu.
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya, “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” (Surat An-Nisa ayat 3).
Namun demikian, Islam sejatinya tidak memerintahkan poligami. Islam tidak mewajibkan dan tidak menganjurkan poligami. Hal ini telah menjadi kesepakatan ulama (ijma’) sebagaimana keterangan Syekh M Khatib As-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj berikut ini:
إنَّمَا لَمْ يَجِبْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنْ النِّسَاءِ إذ الْوَاجِبُ لَا يَتَعَلَّقُ بِالِاسْتِطَابَةِ وَلِقَوْلِهِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ وَلَا يَجِبُ الْعَدَدُ بِالْإِجْمَاعِ
Artinya, “Nikah itu tidak wajib berdasarkan firman Allah (Surat An-Nisa ayat 3) ‘Nikahilah perempuan yang baik menurutmu.’ Pasalnya (secara kaidah), kewajiban tidak berkaitan dengan sebuah (seorang perempuan) pilihan yang baik. Nikah juga tidak wajib berdasarkan, ‘Dua, tiga, atau empat perempuan.’ Tidak ada kewajiban poligami berdasarkan ijma‘ ulama,” (Lihat Syekh M Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Fikr, tanpa keterangan tahun, juz 3, halaman 125).
Syekh Wahbah Az-Zuhayli berpendapat bahwa poligami bukan bangunan ideal rumah tangga Muslim. Bangunan ideal rumah tangga itu adalah monogami. Menurutnya, poligami adalah sebuah pengecualian dalam praktik rumah tangga.
Rasulullah SAW sesungguhnya lebih lama bermonogami (25 tahun) dibandingkan berpoligami (12 tahun). Untuk dipahami bersama pula, bahwa Rasulullah SAW berpoligami setelah wafatnya istri pertama yang dicintainya, yakni sayyidah Khadijah.
Apabila seorang lelaki beristri kemudian ada WIL -selama bukan istri orang lain yang dicintainya, hingga akhirnya ia menikah maka hal yang demikian diperbolehkan, pastinya dengan segala konsekuensi yang akan diterimanya. Namun, hendaknyalah seseorang tidak menganggap bahwa itu semua semata-mata karena mengikuti sunnah Nabi SAW., melainkan keinginannya saja. Sungguh celaka orang yang menjadikan kebaikan dari sunnah Nabi SAW sebagai dalil memenuhi nafsunya.
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Atas dasar itu semua, maka Islam sesungguhnya lebih mengenal istilah pirang (perebut istri orang). Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امرَأَةً عَلَى زَوجِهَا
“Bukan bagian dariku seseorang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya.” (HR. Abu Daud 2175)
وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dariku.” (HR. Ahmad 9157)
Manusia Tempat Salah dan Lupa
Tiada satupun diantara kita yang terbebas dari salah dan dosa, bahkan menganggap diri sebagai orang tak berdosa sesungguhnya merupakan suatu perbuatan dosa.
Ketahuilah, bahwa perempuan muslimah yang tidak bersuami kemudian bisa dicintai oleh laki-laki beristri disebabkan karena ragam faktor, sesungguhnya tidak bisa disalahkan apalagi tanpa ada unsur menggoda dengan tujuan merusak rumah tangga orang lain atau sekedar menyakiti salah satunya, terlebih sampai disudutukan pribadinya sebagai seorang muslimah.
Allah SWT mampu membolak-balikkan hati siapapun. Siapa saja yang hari ini saling mencintai, bisa jadi esok menebar kebencian. Sebaliknya, orang-orang yang sekarang saling membenci, lusa menjadi dua sejoli yang enggan terpisahkan.
Laki-laki yang mencintai perempuan lebih dari satu adalah sunnatullah, karena bisa jadi terlalu sering bertemu kemudian lahirlah benih-benih cinta tersebut. Begitupun seorang wanita. Dalam istilah jawa disebut “Witing Tresno Jalaran Soko Kulino”, yang kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia artinya “Cinta tumbuh karena terbiasa”.
Cinta seseorang bisa datang tiba-tiba dan sulit terbendung oleh keadaan apapun, karenanya ada istilah “Love is Blind” alias cinta itu buta. Bahkan ada ungkapan dari seorang bernama Qais untuk wanita yang dicintainya :
أَمُرُّ عَلَى دِيَارِ لَيْلِي # أُقَبِّلُ ذَا الْجِدَارَ وَذَا الْجِدَارَا
وَمَا حُبُّ الدِّيَارِ شَغَفَنَ قَلِبٍي # وَلَكِنْ حُبُّ مَنْ سَكَنَ الدِّيَارَا
Aku lewat di depan satu rumah, rumahnya Laila
Aku lalu mencium dindin ini dan dindin itu
Bukan menyenangi rumah itu yang memenuhi hatiku
Akan tetapi menyenangi penghuninya.
Sungguh tidaklah pantas seorang muslim menyalahkan, bahkan menyudutkan pribadi perempuan yang dicintai oleh suami beristri dengan tuduhan pelakor, karena bisa jadi hal tersebut akan “membunuh” karakternya.
Jika kalian tidak menyukai perbuatan salah dan lupa dari seseorang, maka hindarilah membenci pribadinya, terlebih mengarah kepada simbol agama.
Hendaknya diantara kita mampu menjadi orang yang merangkul siapa saja yang dianggap salah, bukan justru memukulnya, berusahalah sebagai penuntun bukan penuntut, dan terdepanlah sebagai pengasih yang selalu mengiringi kesalahan siapapun setidaknya dengan doa yang terbaik baginya.
Wallahu a’lam