Connect with us

Hi, what are you looking for?

Berita

Efek Radikalisasi Sosmed: Dulu Jadi Teroris Butuh 6 Sampai 10 Tahun, Kini Cukup Setahun

JAKARTA— Peneliti terorisme Universitas Indonesia (UI), Sholahuddin, melakukan mewawancara terhadap 75 nara pidana terorisme (napiter). Dari wawancara tersebut, terungkap bahwa waktu yang dibutuhkan seseorang mulai terpapar sampai melakukan aksi terorisme hanya setahun bahkan kurang.

“Karena radikalisme online, rata-rata 80% lebih, mereka sejak mulai terpapar sampai melakukan aksi teror kurang dari satu tahun, jadi mau cetak teroris itu sekarang di situasi sekarang ini sangat mudah, kurang dari satu tahun, ” jelasnya saat mengisi kegiatan Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI di Pesantren Motivasi Indonesia, Bekasi, pada Rabu, (21/09).

Sholahuddin menyebut, fenomena tersebut sangat kontras bila dibandingkan dengan teroris pada periode 2002-2012. Pada waktu itu, setidaknya butuh 6 sampai 10 tahun dari pertama kali terpapar terorisme hingga berani terjun aksi terorisme.

“Teroris zaman old itu lebih lama mengalami proses radikalisasinya dan teroris zaman now lebih cepat proses radikalisasinya, salah satunya disebabkan oleh sosial media, ” ungkapnya dalam kegiatan Ngaji Kebangsaan, “Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme” itu.

Media sosial menjadi begitu efektif mempercepat radikalisme karena ada algoritma di dalamnya. Algoritma ini yang dituding menjadi biang keladi permusuhan di banyak negara terutama ketika masa pemilihan presiden.

Sholahuddin menerangkan, algoritma media sosial ini memperparah laju radikalisme. Algoritma, kata dia, membuat laman sosial media banjir dengan konten yang sesuai minat penggunanya. Apabila minat seorang tersebut konten terorime, maka selama 24 jam penuh, yang muncul di berandanya adalah konten seperti itu.

“Bila pengguna kebetulan menyukai dan sering berinteraksi dengan konten terorisme, pengguna itu selama 24 jam disodori konten terorisme tersebut, ” ungkapnya.

Penyebab lain perpindahan proses radiakalisme ke media sosial karena tidak lepas dari UU Terorisme baru yang memperluas aspek pidana. Aturan terbaru itu mempersempit adanya kajian offline.

“Mereka melihat bahwa undang-undang baru ini cukup represif, maka mereka lari ke dunia virtual sehingga muncul kasus fenomena radikalisasi online terutama sejak 2018 sampai 2022 ini,” imbuhnya. (Ilham Fikri/Azhar)

Total Views: 828 ,
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkait

MUI PUSAT

Malang, MUIJatim.or.id Sebanyak 50 siswa-siswi Sekolah Alam Al Izzah Krian, Kabupaten Sidoarjo tanggal 27 September 2023 mengunjungi Demplot Usaha Lebah Madu Berbasis Syariah atas...

Berita

JAKARTA, MUI.OR.ID– Beberapa hari ini ramai pemberitaan di media massa soal status kehalalan pewarna Karmin atau yang berasal dari serangga Cochineal untuk dijadikan sebagai...

Berita

Dalam memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW., alias Maulid Nabi, yaitu pada 12 Rabiul Awal, ada banyak amalan yang dapat dilakukan. Misalnya membaca shalawat, berpuasa,...

Berita

Oleh Dr Agus Hermanto MHI, pengurus Komisi Penelitian MUI Lampung (الخطبة الأولى) السّلام عليكم ورحمة الله وبركاتهالحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ...