SURAKARTA, MUIKOTABEKASI.COM – Dewan Da’wah Solo Raya bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surakarta dan UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan kajian ilmiah bertema “Menjaga Aqidah Umat Melalui Penguatan Islam Wasathiyah”. Acara digelar di Ruang Pertemuan Fakultas Ushuluddin UIN Raden Mas Said ini sekaligus menjadi forum bedah buku Pembinaan LDII Menuju Paradigma Baru, Sabtu (16/11/2024).
Buku tersebut merupakan hasil penelitian Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan (KP3) MUI terkait keberadaan, doktrin, dan praktik LDII yang dinilai membahayakan ukhuwah umat Islam.
Hadir sebagai pembicara adalah KH. Ahmad Zubaidi (Ketua Bidang Da’wah MUI Pusat), Assc. Prof. Drs. Firdaus Syam, MA., Ph.D. (KP3 MUI Pusat), Dr. Ali M. Abdillah, M.A. (KP3 MUI Pusat), dan Dr. Kholilurrohman, M.Si. (Dekan Fakultas Ushuluddin dan Da’wah UIN Raden Mas Said Surakarta). Moderator acara ini adalah Dr. Isa Anshory, MPI, dengan Ust. Adriansyah Rosyad, MPI sebagai pembawa acara.
Acara tersebut dihadiri tokoh-tokoh Islam dari Solo Raya, akademisi, serta mantan anggota LDII yang telah keluar dari organisasi tersebut. Setiap peserta yang hadir juga mendapatkan buku Pembinaan LDII Menuju Paradigma Baru untuk mendalami lebih jauh hasil penelitian tersebut.
Doktrin LDII di Tengah Sorotan
Dalam pemaparannya, Dr. Kholilurrohman mengingatkan pentingnya menjaga kerukunan dalam Islam tanpa klaim monopoli kebenaran oleh satu kelompok tertentu. “Jangan sampai terjadi klaim kebenaran hanya milik satu kelompok. Kita harus berhati-hati dalam mengeluarkan seseorang dari Islam. Rasulullah telah bersabda: man qola la ilaha illallah dakholal jannah (barang siapa yang mengucapkan ‘la ilaha illallah’ akan masuk surga),” ujarnya.
Sementara itu, Assc. Prof. Drs. Firdaus Syam menjelaskan metode penelitian yang dilakukan KP3 MUI sejak 2018 untuk memahami LDII lebih mendalam. “Kami membentuk tim peneliti lintas komisi dan melakukan berbagai tahapan, termasuk penelitian lapangan dan tabayyun dengan pimpinan LDII. Kesimpulannya, LDII menunjukkan pola-pola yang sangat berbahaya bagi ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basariyah,” ungkapnya.
Ia juga memaparkan bahwa delapan pola aliran sesat ditemukan dalam penelitian ini, termasuk doktrin sami’na wa atha’na (ketaatan mutlak kepada pemimpin), kultus individu, eksklusivitas kelompok, hingga ancaman kepada jamaah yang ingin keluar. “LDII menggunakan pendekatan doktrin yang tidak hanya memecah belah umat, tetapi juga merugikan secara ekonomi dan sosial,” tambah Prof. Firdaus.
Paradigma Baru LDII: Seremonial Belaka?
Dr. Ali M. Abdillah mengungkapkan temuan di lapangan terkait klaim LDII telah meninggalkan doktrin lama menuju paradigma baru. “LDII mengklaim tidak lagi menjadikan imam sebagai satu-satunya penjamin keselamatan, tetapi fakta di akar rumput berbicara lain. Mereka masih mewajibkan baiat kepada imam dan menganggap orang di luar LDII sebagai kafir. Ini adalah bentuk doktrin takfiri yang sangat berbahaya,” jelasnya.
Ia juga menyoroti standar keilmuan para imam LDII. “Mereka menjadikan imam tanpa latar belakang pesantren atau pendidikan keagamaan formal sebagai sumber hukum agama. Hal ini jelas menciptakan fatwa-fatwa tanpa dasar keilmuan yang benar, sehingga sesat dan menyesatkan,” tegasnya.
KH. Ahmad Zubaidi menambahkan bahwa pembinaan terhadap LDII yang dilakukan MUI sejauh ini masih menemui berbagai kendala. “Kami mendatangi langsung Pondok Pesantren Wali Barokah di Kediri dan mencoba melakukan pembinaan struktural. Awalnya kami diterima dengan baik, bahkan diperbolehkan menjadi khatib dan imam salat Jumat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal tersebut hanya seremonial. Banyak perubahan yang hanya bersifat retorika elit LDII, tanpa implementasi nyata di akar rumput,” jelas KH. Zubaidi.
Upaya MUI dan Harapan Masa Depan
MUI telah menetapkan LDII dalam tahap pembinaan hingga Desember 2024, sambil terus mengumpulkan data dan bukti lapangan untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Pimpinan MUI. “Kami membutuhkan dukungan dari masyarakat, khususnya para mantan jamaah LDII, untuk memberikan bukti dan dokumentasi penyimpangan yang masih terjadi. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar bagi langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan dikeluarkannya fatwa resmi,” kata Prof. Firdaus Syam.
Meski demikian, MUI menegaskan bahwa dakwah kepada LDII akan tetap dilakukan dengan pendekatan kultural. “Mereka adalah saudara-saudara kita yang harus kita luruskan dengan hikmah. MUI memiliki tugas menjaga aqidah umat sekaligus melayani mereka yang masih membutuhkan bimbingan,” tutup KH. Zubaidi.
Buku Sebagai Referensi Penting
Buku Pembinaan LDII Menuju Paradigma Baru menjadi salah satu hasil nyata dari upaya KP3 MUI untuk mensosialisasikan temuan dan kesimpulan mereka. Buku ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi umat Islam dalam memahami bahaya doktrin LDII sekaligus memperkuat dakwah Islam Wasathiyah di Indonesia.
Acara ini juga menjadi bagian dari roadshow nasional yang bertujuan untuk menyebarluaskan pemahaman tentang bahaya aliran sesat, khususnya LDII, agar masyarakat lebih waspada dan teredukasi. (*/zas)