Bandung, IDN Times – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyatakan bahwa pengajian berkonten radikalisme masih banyak ditemukan di wilayahnya. Pendakwah dengan konten keras dilakukan tidak secara gamblang pada publik.
Sekertaris Umum (Sekum) MUI Jabar, Rafani Akhyar mengatakan, untuk jumlah dari pengajian yang mengajak radikalisme sendiri tidak bisa dibuktikan dengan angka. Menurut dia, hal ini dilakukan dengan rapih dan tertutup.
“Pola yang dahulu masih ada dan berjalan pengajian yang sifatnya keras intoleran dan radikal itu tetap ada walaupun itu tadi laporan terakhir mah belum masuk lagi. Kalau data yang dahulu semua juga sudah tahu lah,” ujar Rafani saat dihubungi, Senin (5/4/2021).
1. Pengajian radikalisme tidak bisa diidentifikasi secara langsung
Pengajian intoleran dan mengundang konten radikalisme biasanya tidak dilakukan secara terus menerus. Pengundang pengajian, biasanya diselingi dengan menghadirkan pendakwah yang moderat agar tidak dicap pengajian radikal.
“Kadang masjid itu di Bandung misal, ada mengundang mubalig moderat, keras diundang, mubalig yang menyerempet radikalisme itu juga hadir. Jadi menurut saya harus dipantau itu mubalignya,” tuturnya.
2. Sensoring konten keagamaan masih lemah
Mengetahui pengajian radikalisme bisa dilihat dari pendakwahnya. Sebab, ada juga masjid yang memang moderat namun oleh DKM-nya justru mengundang pendakwah yang memiliki latar belakang intoleransi.
“Pengajian Itu sangat dipengaruhi dengan siapa yang mengisi. Sensoring keagamaan pada layanan digital juga kurang, dan ini perlu tenaga yang paham betul buat sensor keagaman itu,” jelasnya.
3. Jangan salah artikan kata jihad
Kalimat jihad dalam Islam memang ada. Hanya saja, kata dia, penerapan oleh umat harus disesuaikan dengan kondisi dan tidak disalahgunakan untuk menjerumuskan pada jalan yang tidak benar.
“Banyak yang mendengar kata Jihad ini di kita langsung seperti bagaimana gitu. Ini harus diluruskan,” katanya.
4. Umat dapat laporkan pendakwah mengandung konten radikalisme dan intoleransi
Masyarakat dalam mengikuti pengajian ada baiknya bisa melihat terlebih dahulu siapa pendakwahnya, dan bagaimana latar belakangnya. Rafani berpesan, umat jangan sampai salah menerima dan terpengaruh pada konten negatif.
“Kalau mengundang hal aneh segera konfirmasi sama MUI sekitar dan belajar agama harus pada kiyai yang memang belajar agama. Kenapa jadi radikal dan liberal ini karena memahami agama tidak pada kesejatian,” kata dia.