JAKARTA— Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menanggapi wacana mewajibkan pembayaran zakat oleh muzaki yang digagas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Kiai Niam menyatakan zakat merupakan sebuah kewajiban bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat.
Meski begitu, ujarnya, undang-undang terkait zakat hingga hari ini belum menjangkau pewajiban terhadap wajib zakat.
Kiai Niam mengungkapkan, MUI secara khusus telah mengeluarkan beberapa fatwa terkait dengan pengelolaan zakat untuk digunakan sebagai pedoman dan panduan.
“Fatwa zakat sebagai pedoman dan panduan bagi regulator, pemerintah, lembaga amil zakat dan juga bagi masyarakat,” kata dia kepada MUIDigital, Ahad (4/11/2022).
Khusus bagi amil zakat, kata kiai Niam, disamping fatwa-fatwa MUI dijadikan panduan, juga keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus bisa memahami fatwa dalam hal pengelolaan zakat tersebut.
“Untuk kepentingan itu, MUI telah mengkonsolidasi aspek kompetensi dan keberadaan DPS dalam upaya melakukan pengawasan syariah di lembaga amil zakat,” paparnya.
Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdl ini mengatakan, MUI juga menginisiasi pertemuan tahunan yang disebut sebagai muntada sanawi. Setidaknya ada tiga tujuan dari muntada sanawi ini.
“Pertama untuk sosialisasi fatwa-fatwa terkait dengan zakat. Kedua, konsolidasi dan kordinasi pengawasan syariah di dalam pengelolaan zakat,” ujarnya.
Ketiga, muntada sanawi digelar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya dan kewajiban zakat bagi masyarakat yang sudah memenuhi syarat kewajiban zakat.
Selain itu, kata dia, keberadaan lembaga pemerintah non struktrual dalam hal zakat yakni Baznas diharapkan mendorong kesadaraan masyarakat yang sudah memiliki kewajiban untuk membayar zakat.
“Kemudian korporasi untuk juga membayar zakat karena secara khusus MUI sudah menetapkan fatwa mengenai zakat perusahaan,” ujar dia.
Kiai Niam mengingatkan pengelolaan zakat harus tepat sasaran dan sesuai ketentuan syariah. “Yang paling penting adalah bagaimana memastikan pengelolaan zakat itu sesuai aspek syari,” ujar dia. (Sadam al-Ghifari, ed: Nashih).